Warung Bebas

Friday, February 24, 2012

Kota Sejuta Senyuman

Puisi Kota Sejuta Senyuman

Pagi buta yang mendebarkan
Berlari secepatnya
Memacu mesin sekencangnya
Setia mengalir bersama kereta api lengkap dengan kepengapannya
300km, 6 jam, bukan jarak dan waktu yang singkat
Tapi terasa sangat dekat dan cepat
Hanya senyum manis yang menyapa
Dibalut suasana hangat yang menentramkan jiwa
Sungguh penyambutan yang tak meriah
Namun selalu membuatku terpesona
Tak yakin ini yang keberapa kali mengukir jejak
Otak menjawab ini untuk yang kesekian kalinya
Tapi hati berkata ini yang pertama kali
Entah siapa yang benar, ku tak perduli
Setiap sudut menghipnotisku dengan senyum termanis yang mereka punya
Malioboro, Keraton, Prambanan, lembah, Godean, angkringan tugu, tugu sabtu malam, kopi jos Lek Man,
Bapak becak, Anggi, Putri, Sema, Rizky, debu, hujan, bahkan sarkem.

Untuk angin Jogja ku mendamba
Untuk air Jogja ku berharap
Untuk suasana Jogja ku merindu
Untuk senyum Jogja ku kangeeeeeeeen banget

Jogja„, panggil aku kembali untuk merasakan desah kehidupanmu
Kumenantinya dalam ketidak sabaran yang meluap tak terkendali :)

Imajiner Doa

Doa yang kupanjatkan ketika aku masih gadis:
Ya Allah beri aku calon suami yang baik, yang sholih. Beri aku suami yang dapat kujadikan imam dalam keluargaku

Doa yang kupanjatkan ketika selesai menikah:
Ya Allah beri aku anak yang sholih dan sholihah, agar mereka dapat mendoakanku ketika nanti aku mati dan menjadi salah satu amalanku yang tidak pernah putus

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku lahir:
Ya Allah beri aku kesempatan menyekolahkan mereka di sekolah Islami yang baik meskipun mahal, beri aku rizki untuk itu Ya Allah

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah mulai sekolah:
Ya Allah„, jadikan dia murid yang baik sehingga dia dapat bermoral Islami, agar bisa khatam Al Quran di usia muda

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku sudah beranjak remaja:
Ya Allah jadikan anakku bukan pengikut arus modernisasi yang mengkhawatirkanku. Ya Allah aku tidak ingin ia mengumbar auratnya, karena dia ibarat buah yang sedang ranum

Doa yang kupanjatkan ketika anak-anakku menjadi dewasa:
Ya Allah entengkan jodohnya, berikanlah jodoh yang sholeh pada mereka, yang bibit, bebet, bobotnya baik dan sesuai setara dengan keluarga kami

Doa yang kupanjatkan ketika anakku menikah:
Ya Allah jangan kau putuskan tali ibu dan anak ini, aku takut kehilangan perhatiannya dan takut kehilangan dia karena dia akan ikut suaminya

Doa yang kupanjatkan ketika anakku akan melahirkan:
Ya Allah mudah-mudahan cucuku lahir dengan selamat. Aku inginkan nama pemberianku pada cucuku, karena aku ingin memanjangkan teritoria wibawaku sebagai ibu dari ibunya cucuku.

Ketika kupanjatkan doa-doa itu, aku membayangkan Allah tersenyum dan berkata,,,

Engkau ingin suami yang baik dan sholih sudahkah engkau sendiri baik dan sholihah? Engkau ingin suamimu jadi imam, akankah engkau jadi mukmin yang baik?

Engkau ingin anak yang sholihah, sudahkah itu ada padamu dan pada suamimu. Jangan egois begitu... masak engkau ingin anak-anak yang sholihah hanya karena engkau ingin mereka mendoakanmu. Tentu mereka menjadi sholihah utama karena-Ku, karena aturan yang mereka ikuti haruslah aturan-Ku.

Engkau ingin menyekolahkan anakmu di sekolah Islam, karena apa??
Prestige?,, atau mode?,, atau engkau tidak mau direpotkan dengan mendidik Islam padanya? engkau juga harus belajar, engkau juga harus bermoral Islami, engkau juga harus membaca Al Quran dan berusaha mengkhatamkannya

Bagaimana engkau dapat menahan anakmu tidak menebarkan pesonanya dengan mengumbar aurat, kalau engkau sebagai ibunya jengah untuk menutup aurat? Sementara engkau tau Aku wajibkan itu untuk keselamatan dan kehormatan umat-Ku.

Engkau bicara bibit, bebet, bobot untuk calon menantumu, seolah engkau tidak percaya ayat 3 & 26 Surat An Nuur dalam Al Quran Ku. Percayalah kalau anakmu adalah anak yang sholihah maka yang sepadanlah yang dia akan dapatkan.

Engkau hanya mengandung, melahirkan dan menyusui anakmu. Aku yang memiliki dia saja, Aku bebaskan dia dengan kehendaknya. Aku tetap mencintainya, meskipun dia berpaling dari-Ku,bahkan ketika dia melupakan-Ku. Aku tetap mencintainya.

Anakmu adalah amanahmu, cucumu adalah amanah dari anakmu, berilah kebebasan untuk melepaskan busur anak panahnya sendiri yang menjadi amanahnya.

Lantas… aku malu… dengan imajinasi doaku sendiri

Aku malu akan tuntutanku kepada-Nya…
Maafkan aku Ya Allah…

Imajiner Doa oleh: Ratih Sanggarwati

Sunday, February 5, 2012

Amanah Seorang Wanita

Amanah Seorang Wanita

Menjadi ibu merupakan fase kehidupan yang seolah menjadi kodrat dan tampak mudah dilakoni oleh semua wanita. Padahal ada banyak hal baru yang akan terjadi seiring dengan peran wajibnya ketika menjadi ibu. Itu semua tidak mudah karena sejak TK sampe jenjang-jenjang pendidikan selanjutnya tidak ada kurikulum yang menyertakan mata pelajaran "Pengetahuan untuk calon IBU", terlebih juga memang tidak ada sekolah khusus bagi kaum ibu.

Awal mula ketika Allah menganugrahkan buah cinta dalam kandungan, wanita dituntut untuk belajar menjadi calon ibu yang baik. Memikirkan apa yang harus dilakukan pada masa kehamilan, cara menjaga janin agar tetap sehat, lancar dalam persalinan, dll.

Saat si kecil sudah melihat dunia, si ibu dituntut untuk memiliki banyak kemampuan. Bisa dibilang si ibu harus bisa menjadi guru, dokter, psikolog, juru masak, ahli gizi, tukang jahit, teman, tanpa menghilangkan perannya sebagai ibu. Yah memang seperti itulah seharusnya seorang ibu,,,
menjadi guru terbaik untuk membaca kehidupan dunia yang baru dikenal bagi sang anak, walau tak jarang sang anak jadi siswa yang bandel,
menjadi dokter tersabar ketika anak sedang sakit, walau tak jarang sang anak jadi pasien yang rewel,
menjadi psikolog yang dengan setia mendengar keluh kesah, memastikan bahwa anaknya baik-baik saja
menjadi juru masak serba bisa, walau sang anak kadang tak menghargai hasil karyanya,
menjadi ahli gizi yang memastikan agar setiap suap yang masuk ke mulut sang anak bebas dari penyakit,
menjadi penjahit ketika kancing baju seragam sang anak lari entah kemana,
menjadi teman saat sang anak ingin bercerita dan berbagi,
dan yang terpenting adalah menjadi ibu, wanita hebat yang menjalani semua profesi itu dengan ikhlas, tanpa pamrih, tanpa imbalan sepeser pun dari sang anak.

Dari sana dapat dilihat bahwa seorang wanita memegang amanah yang sangat mulia, karena Allah memberinya kesempatan untuk menjalani banyak profesi sekaligus. Meski semua itu hanya dipelajari secara otodidak. Sebab memang tak ada ilmu pasti bagaimana menjalankan peran sebagai ibu. Lebih tepatnya ibu adalah pembelajar yang terus menerus belajar sepanjang hidupnya.

Catatan: nulis ini karena teringat mas pembimbing kerja praktek ku di PJB menyemangati kami seperti ini ketika kami suntuk dengan laporan  "Selamat berjuang para calon ibu,, semangat :)". Frasa "para calon ibu" bener-bener ajaib karena mampu menyadarkanku bahwa sejatinya memang itu amanah bagi kami para wanita. Semoga nantinya aku bisa menjadi ibu yang baik. Amiiiiiiiiiiiin :).